1.
Marga
Suku
Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga
silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga
(klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk
laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini
disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari
lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima.
Kelima merga tersebut adalah:
Karo-karo
Tarigan
Ginting
Sembiring
Perangin-angin
Kelima
merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai
salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah.
Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama,
dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau
laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut bersenina, demikian juga antara
perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga
bersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama,
mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada
merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.
2.
Rakut Sitelu
Hal
lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau
daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti
ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh
(kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga
sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok,
yaitu:
kalimbubu, dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi
isteri
anak
beru, keluarga yang mengambil atau menerima isteri
senina,
keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
3.
Tutur siwaluh
adalah
konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu
terdiri dari delapan golongan. Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh
ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan
keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
puang
kalimbubu, adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
kalimbubu,
adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi:
(a)
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada
kelompok tertentu yang
dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya
A bermerga Sembiring
bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan
adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau
kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung
(b)
Kalimbubu simada dareh. adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu
simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut
kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena
dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
(c)
Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena
seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi
seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
senina,
yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak
artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan
atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk
senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher
(yang jauh menjadi dekat).
senina
sipemeren, yaitu orang-orang yang
ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak
siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
senina
sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai
anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
anak
beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk
diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita
keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain,
seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi
atas:
(a) anak beru tua, adalah anak beru dalam satu
keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari
keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama,
karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak
kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga
berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya
dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga
kalimbubu dalam konteks upacara adat.
(b) Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru
yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga
kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari
seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara
perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A.
Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
anak
beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata
minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian
yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya
dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru
singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan
hidangan dalam konteks upacara adat.
0 komentar:
Posting Komentar